Powered By Blogger

Jumat, 06 Juli 2012

Resensi Buku Menusantarakan Islam karya Dr. Aksin Wijaya

MENDAYUNG PERDAMAIAN DALAM LINTAS WACANA
Judul buku: Menusantarakan Islam: Menelusuri Jejak-Jejak Pergumulan Islam Yang Tak Kunjung Usai di Nusantara
Penulis: Dr. Aksin Wijaya
Penerbit: NADI Pustaka Yogyakarta
Cetakan: I, 2011
Tebal: xvi + 308
Resensator: Maghfiroh

Islam sebagai agama luhur dan berbudi sering kali dijadi kan kambing hitam oleh para pemeluknya. Banyak pihak yang melakukan kekerasan wacana maupun kekerasan fisik dengan dalih membela Islam. Ironisnya yang mereka lawan bukan orang non islam ataupun ateis, mereka adalah kawan, saudara, bahkan sahabat seiman, seagama. Sejak peristiwa tahkim hingga menyebabkan perpecahan umat islam pada masa sahabat Ali ra, umat Islam menjadi terkotak-kotak, terkapling-kapling dalam jalinan seagama namun berbeda. Mereka memulai jejak pergumulan Islam dalam Era masa lalu. Pergumulan itupun tak kunjung usai (meminjam bahasanya Cak Aksin) hingga Era saat ini.
Berawal dari keinginan Cak Aksin untuk menelusuri penyebab konflik-konflik internal dalam Islam, maka iapun berhasil menemukan akar permasalahan dari pertarungan Islam yang terus berlanjut hingga saat ini. Dalam buku Menusantarakan Islam ini Cak Aksin mencoba menawarkan solusi berupa konsep Islam khas Nusantara Islam yang bercorak  antroposentris-transformatif. Gaya Islam humanis dan mampu menggerakkan manusia secara aktif dan revolusioner dalam menjalani kehidupan fana’. Seperti ditulis oleh Cak Aksin tentang  nalar Islam antroposentris-transformatif, dikatakan bahwa Tuhan tidak harus diletakkan sebagai pemegang otoritas penuh atas kehidupan manusia. Tuhan diletakkan sebagai uswatun hasanah bagi manusia dalam menjalani hidupnya di dunia ini. Manusia diharapkan menjaga keseimbangan alam dan manusia sendiri dengan cara-cara yang memberikan kemanfaatan bagi orang lain, misalnya tidak menebang hutan, tidak membuang sampah sembarangan, dan menghindari penindasan terhadap pihak lain, termasuk yang tidak seagama dan sealiran.(lihat hlm. 256).
Membaca satu penggalan paragraf siapapun akan tersadar bagi yang “mau” bahwa agama Islam pada hakikatnya berwajah ramah dan damai dengan semua makhluk di dunia ini. Baju, warna bendera, agama, suku, ras, dan aliran, ataupun lembaga tidak menjadi sebuah perbedaan yang merugikan. Perbedaan aliran bukan diciptakan untuk saling bermusuhan dan mengadakan pergumulan fisik maupun wacana. Akan tetapi, perbedaan itu diharapkan bisa menjadi tolak ukur kita untuk mendewasakan diri dalam keimanan. Sering dikatakan pepatah bijak, bahwa banyak jalan menuju Roma, dan banyak pintu menuju Tuhan. Sudah seharusnya, setiap golongan dalam aliran agama Islam memegang prinsip toleransi dalam menyikapi perbedaan pendapat dalam beragam wacana Islam.
Satu lagi bahasan menarik dalam buku Cak Aksin ini. Dia memaparkan penyebab banyaknya pergumulan Islam dari Era setelah Nabi wafat hingga sekarang ini. Penyebabnya tidak lain, adanya perselingkuhan antara agama dengan suku, negara, ataupun ideologi-ideologi yang dibawa oleh satu kelompok. Agama Islam  yang ada sekarang ini dipandang Cak Aksin sebagai agama kolonialis. Kolonialisme arab bersembunyi di balik pemikiran keagamaan, seperti Muhammadiyah, NU, MUI. Dengan lantang Cak Aksin juga mengatakan bahwa FPI, HTI, dan PKS adalah organisasi Islam yang secara terang-terangan menjual simbol arab ke Nusantara.(lihat lebih rinci hlm. 224)
Dengan gaya khas pemikiran kritis Cak Aksin tentang fenomena Islam di Nusantara ini, agaknya buku ini bisa menjadi referensi siapapun yang merindukan kedamaian Islam. Membaca bab-bab awal buku ini memang sedikit menjemukan bahasannya, karena masih berbicara tentang kesejarahan Islam hingga sampai di Nusantara. Namun jangan khawatir, pada bab IV dan V, pembaca akan diajak bertamasya pemikiran bersama-sama melacak pergumulan Islam di nusantara. Selamat Membaca. Salam damai selalu..






4 komentar:

  1. buku-buku cak aksin selalu bagus........

    BalasHapus
  2. wah bagus ini,,,,,,,,,,,,boleh nih dipinjem? hehehe, ada bukunya nga'

    BalasHapus
  3. ada. aku punya 2 ri. sinio, maen ke TH Ponorogo, ntar tak kasih bukune.sekalian tak pertemukan pengarangnya :D

    BalasHapus